Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Pada saat harga saham naik, ada banyak trader yang berhasil mencetak profit spektakuler. Disitulah kemudian mulai terjadi euforia pasar, di mana trader2 yang senang mendapat profit besar, akan terus mulai mengincar saham2 yang sudah naik. 

Tetapi sesuai prinsip analisis teknikal, tidak ada harga saham yang naik terus tanpa turun, dan sebaliknya. Setelah harga saham naik, sangat mungkin sebagian besar harga saham mulai koreksi. 

Nah, bagaimana jika kemudian harga saham turun terus dan rebound hanya beberapa saat? Bagaimana jika sebagian besar saham blue chip turun tajam hanya dalam beberapa hari? 

Dalam kondisi market yang turun, maka keadaannya pasti nggak akan sama ketika market sedang bullish. Saat market turun tajam, anda akan sering mendengar anjuran-anjuran untuk membeli saham di harga bawah. 

Anjuran beli saham2 yang udah murah. Anjuran menggunakan strategi buy on weakness (BOW). Anjuran untuk beli di harga support psikologis, dan buanyaak anjuran2 lain.  

Faktanya teori2 seperti ini tidak mudah diterapkan, karena ketika market bearish dan harga saham sudah tampak murah, sangat mungkin harga saham turun lagi. Sebagai contoh, let say anda beli saham TLKM di 3.800, namun TLKM ternyata masih turun lagi sampai 3.700. Ini artinya, tetap aja anda masih beli saham di harga tinggi, bukan? Karena faktanya harga saham masih turun lagi lho. 

Jadi persoalan utamanya sebenarnya bukan beli saham di harga murah, buy on weakness, beli di support, tetapi pertanyaannya adalah: When we should buy?

Karena kita juga tidak tahu pasti apakah IHSG yang turun ini akan langsung naik atau malah turun lagi. 

Saya pribadi sudah berkali-kali mengalami IHSG turun drastis dengan cepat, termasuk menghadapi beberapa kali crash market, salah satunya tahun 2015. Sepengalaman saya, waktu terbaik untuk membeli saham adalah dua kondisi berikut: 

Pertama, ketika sentimen2 negatif yang  berpotensi menjatuhkan IHSG sudah habis atau setidaknya berkurang. 

Kedua, IHSG sudah terjerembab cukup dalam dan mulai sideways alias sudah susah untuk turun lagi. Jadi, kalau biasanya sehari IHSG anjloknya bisa sampai -2%, -2,8% terus, maka ketika IHSG sudah mulai turun terbatas, atau bahkan naik sedikit, maka itu sudah merupakan waktu yang bagus untuk beli.  

Apa artinya? Artinya saat sentimen negatif sudah mulai hilang, dan IHSG sudah sulit untuk turun lebih dalam, itu menandakan bahwa 'amunisi' investor asing dan lokal untuk jualan udah habis. 

Nah, kalau saham sudah jenuh jual dan tidak banyak lagi berita2 jelek terkait IHSG, maka TIDAK ADA ALASAN UNTUK TIDAK MASUK KE PASAR SAHAM lagi. Hanya mungkin, kita tidak tahu pasti kapan IHSG akan benar-benar kembali rebound dengan meyakinkan 

Karena kalau anda ngarep IHSG langsung rebound kenceng, maka itu juga dibutuhkan waktu, dan dibutuhkan sentimen positif yang bisa mengerek kembali IHSG. 

Tapi intinya disini, anda sebagai smart trader atau smart investor, anda harusnya bisa curi start, sebelum IHSG mulai naik beneran dan trader2 lain baru masuk saat IHSG sudah naik kencang. Jadi, keuntungan yang anda dapatkan nantinya akan lebih besar.  

Saya kasih satu contoh. Akhir April 2016, IHSG sempat terkoreksi terus, karena memang IHSG sebelumnya sudah naik tinggi. Saat itu, IHSG sedang dilanda banyak sentimen negatif, seperti isu the FED, efek Brexit dan lain sebagainya. 

Lambat laun, saat IHSG sudah tidak banyak sentimen2 negatif, efek Brexit juga sudah hilang, IHSG sudah mulai sulit turun lagi, lalu kemudian munculah tax amnesty yang jadi sentimen positif IHSG, maka disitulah IHSG kemudian naik sangat kencang hanya dalam waktu 1-2 bulan saja. 

Walaupun penulis menilai saat itu IHSG naiknya terlalu tinggi dan terlalu euforia. Tapi faktanya kalau anda sudah bisa curi start, anda pasti sudah dapat profit yang jauh lebih besar daripada trader yang baru masuk saat IHSG sudah naik beneran. 

Namun kalau ternyata IHSG masih turun, dan pasar saham masih banyak dilanda sentimen2 negatif ini itu, kemudian tiba2 besok IHSG rebound kencang, maka bisa jadi itu hanyalah 'tipuan', karena faktanya IHSG besok2 hari bakalan turun lebih dalam lagi.

So kesimpulannya dua poin itu tadi yang bisa menjelaskan pertanyaan:  When we should buy when the stock market still bearish? 


Jadi jawabannya bukan beli saat saham turun, saat saham murah, saat saham sudah di harga support because everybody knows that. Yang anda dan saya butuhkan adalah, kapan momentum terbaik untuk beli saat market masih turun. Dan di pos ini, saya sudah mengulasnya cukup panjang..

Anda yang teliti baca pos ini kemudian bertanya lagi: "Pak Heze, kalau kondisinya seperti itu apa berarti kita sudah bisa beli saham yang banyak?" 

Kadang anda mungkin masih ragu untuk masuk pasar dengan modal besar, kecuali anda yang memang sudah trader / investor kawakan, yang memang udah incar saham2 blue chip yang murah. Kalau trader pemula, mungkin trader masih takut untuk masuk. 

Maka, dalam kondisi ini, ada beberapa tips yang bisa anda gunakan untuk membeli saham saat market turun: 

1. Membeli saham secara bertahap / nggak full power 

Sekali lagi, kita tidak akan tahu persis kapan IHSG akan beneran naik, atau mungkin IHSG akan turun sedikit sebelum naik lagi (meskipun sentimen2 negatifnya udah pada hilang dan sudah jenuh jual), who knows?

Untuk membuat psikologis tenang, anda bisa membeli saham secara bertahap alias tidak full modal / full power. Misalnya anda sudah incar saham BBRI dan anda sudah menyiapkan cash Rp100 juta. 

Kalau anda belum yakin betul, anda bisa beli BBRI dengan modal Rp6 juta dulu. Jika BBRI turun sedikit, anda bisa nyicil beli lagi. Kira-kira seperti itu gambaran membeli saham secara bertahap. Baca juga: Strategi Averaging Down Saham yang Benar. 

Strategi ini terbukti memberikan rasa aman di tengah kondisi market yang masih bearish. Di satu sisi, trader juga sudah senang karena bisa mulai dapat saham2 bagus di harga murah. Hanya perlu tinggal tunggu waktunya panen.. 

2. Manfaatkan momentum pendek 

Dalam kondisi market yang masih turun, IHSG pasti tetap ada reboundnya walau hanya sesaat alias "rebound tipuan" (baca lagi paragraf2 sebelumnya). Disini anda bisa memanfaatkan momentum pendek untuk membeli saham2 yang likuid yang cenderung agak volatil. Contohnya seperti ADRO, JPFA, ELSA dan lain2. 

Sebagai contoh, saat IHSG pernah ditutup turun -2,55%, saham ADRO yang sedang jeblok ke 1.600, ternyata ADRO naik sedikit sampai 1.660, walaupun akhirnya ditutup turun lagi ke 1.640. 

Anda yang bisa memanfaatkan momentum beli ADRO di 1.605 dan jual di 1.650 misalnya, maka anda sudah bisa mendapatkan profit walaupun IHSG saat itu lagi kepayahan.  

Namun kalau anda bukanlah tipe trader seperti ini, anda tidak perlu memaksakan momentum pendek tersebut. Yang perlu anda lakukan, anda bisa mulai beli saham secara bertahap, nggak peduli IHSG mau rebound sehari-dua hari, anda tetap pada trading plan yang sudah dijalankan.  

Happy profit.... 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Pada saat harga saham naik, ada banyak trader yang berhasil mencetak profit spektakuler. Disitulah kemudian mulai terjadi euforia pasar, di mana trader2 yang senang mendapat profit besar, akan terus mulai mengincar saham2 yang sudah naik. 

Tetapi sesuai prinsip analisis teknikal, tidak ada harga saham yang naik terus tanpa turun, dan sebaliknya. Setelah harga saham naik, sangat mungkin sebagian besar harga saham mulai koreksi. 

Nah, bagaimana jika kemudian harga saham turun terus dan rebound hanya beberapa saat? Bagaimana jika sebagian besar saham blue chip turun tajam hanya dalam beberapa hari? 

Dalam kondisi market yang turun, maka keadaannya pasti nggak akan sama ketika market sedang bullish. Saat market turun tajam, anda akan sering mendengar anjuran-anjuran untuk membeli saham di harga bawah. 

Anjuran beli saham2 yang udah murah. Anjuran menggunakan strategi buy on weakness (BOW). Anjuran untuk beli di harga support psikologis, dan buanyaak anjuran2 lain.  

Faktanya teori2 seperti ini tidak mudah diterapkan, karena ketika market bearish dan harga saham sudah tampak murah, sangat mungkin harga saham turun lagi. Sebagai contoh, let say anda beli saham TLKM di 3.800, namun TLKM ternyata masih turun lagi sampai 3.700. Ini artinya, tetap aja anda masih beli saham di harga tinggi, bukan? Karena faktanya harga saham masih turun lagi lho. 

Jadi persoalan utamanya sebenarnya bukan beli saham di harga murah, buy on weakness, beli di support, tetapi pertanyaannya adalah: When we should buy?

Karena kita juga tidak tahu pasti apakah IHSG yang turun ini akan langsung naik atau malah turun lagi. 

Saya pribadi sudah berkali-kali mengalami IHSG turun drastis dengan cepat, termasuk menghadapi beberapa kali crash market, salah satunya tahun 2015. Sepengalaman saya, waktu terbaik untuk membeli saham adalah dua kondisi berikut: 

Pertama, ketika sentimen2 negatif yang  berpotensi menjatuhkan IHSG sudah habis atau setidaknya berkurang. 

Kedua, IHSG sudah terjerembab cukup dalam dan mulai sideways alias sudah susah untuk turun lagi. Jadi, kalau biasanya sehari IHSG anjloknya bisa sampai -2%, -2,8% terus, maka ketika IHSG sudah mulai turun terbatas, atau bahkan naik sedikit, maka itu sudah merupakan waktu yang bagus untuk beli.  

Apa artinya? Artinya saat sentimen negatif sudah mulai hilang, dan IHSG sudah sulit untuk turun lebih dalam, itu menandakan bahwa 'amunisi' investor asing dan lokal untuk jualan udah habis. 

Nah, kalau saham sudah jenuh jual dan tidak banyak lagi berita2 jelek terkait IHSG, maka TIDAK ADA ALASAN UNTUK TIDAK MASUK KE PASAR SAHAM lagi. Hanya mungkin, kita tidak tahu pasti kapan IHSG akan benar-benar kembali rebound dengan meyakinkan 

Karena kalau anda ngarep IHSG langsung rebound kenceng, maka itu juga dibutuhkan waktu, dan dibutuhkan sentimen positif yang bisa mengerek kembali IHSG. 

Tapi intinya disini, anda sebagai smart trader atau smart investor, anda harusnya bisa curi start, sebelum IHSG mulai naik beneran dan trader2 lain baru masuk saat IHSG sudah naik kencang. Jadi, keuntungan yang anda dapatkan nantinya akan lebih besar.  

Saya kasih satu contoh. Akhir April 2016, IHSG sempat terkoreksi terus, karena memang IHSG sebelumnya sudah naik tinggi. Saat itu, IHSG sedang dilanda banyak sentimen negatif, seperti isu the FED, efek Brexit dan lain sebagainya. 

Lambat laun, saat IHSG sudah tidak banyak sentimen2 negatif, efek Brexit juga sudah hilang, IHSG sudah mulai sulit turun lagi, lalu kemudian munculah tax amnesty yang jadi sentimen positif IHSG, maka disitulah IHSG kemudian naik sangat kencang hanya dalam waktu 1-2 bulan saja. 

Walaupun penulis menilai saat itu IHSG naiknya terlalu tinggi dan terlalu euforia. Tapi faktanya kalau anda sudah bisa curi start, anda pasti sudah dapat profit yang jauh lebih besar daripada trader yang baru masuk saat IHSG sudah naik beneran. 

Namun kalau ternyata IHSG masih turun, dan pasar saham masih banyak dilanda sentimen2 negatif ini itu, kemudian tiba2 besok IHSG rebound kencang, maka bisa jadi itu hanyalah 'tipuan', karena faktanya IHSG besok2 hari bakalan turun lebih dalam lagi.

So kesimpulannya dua poin itu tadi yang bisa menjelaskan pertanyaan:  When we should buy when the stock market still bearish? 


Jadi jawabannya bukan beli saat saham turun, saat saham murah, saat saham sudah di harga support because everybody knows that. Yang anda dan saya butuhkan adalah, kapan momentum terbaik untuk beli saat market masih turun. Dan di pos ini, saya sudah mengulasnya cukup panjang..

Anda yang teliti baca pos ini kemudian bertanya lagi: "Pak Heze, kalau kondisinya seperti itu apa berarti kita sudah bisa beli saham yang banyak?" 

Kadang anda mungkin masih ragu untuk masuk pasar dengan modal besar, kecuali anda yang memang sudah trader / investor kawakan, yang memang udah incar saham2 blue chip yang murah. Kalau trader pemula, mungkin trader masih takut untuk masuk. 

Maka, dalam kondisi ini, ada beberapa tips yang bisa anda gunakan untuk membeli saham saat market turun: 

1. Membeli saham secara bertahap / nggak full power 

Sekali lagi, kita tidak akan tahu persis kapan IHSG akan beneran naik, atau mungkin IHSG akan turun sedikit sebelum naik lagi (meskipun sentimen2 negatifnya udah pada hilang dan sudah jenuh jual), who knows?

Untuk membuat psikologis tenang, anda bisa membeli saham secara bertahap alias tidak full modal / full power. Misalnya anda sudah incar saham BBRI dan anda sudah menyiapkan cash Rp100 juta. 

Kalau anda belum yakin betul, anda bisa beli BBRI dengan modal Rp6 juta dulu. Jika BBRI turun sedikit, anda bisa nyicil beli lagi. Kira-kira seperti itu gambaran membeli saham secara bertahap. Baca juga: Strategi Averaging Down Saham yang Benar. 

Strategi ini terbukti memberikan rasa aman di tengah kondisi market yang masih bearish. Di satu sisi, trader juga sudah senang karena bisa mulai dapat saham2 bagus di harga murah. Hanya perlu tinggal tunggu waktunya panen.. 

2. Manfaatkan momentum pendek 

Dalam kondisi market yang masih turun, IHSG pasti tetap ada reboundnya walau hanya sesaat alias "rebound tipuan" (baca lagi paragraf2 sebelumnya). Disini anda bisa memanfaatkan momentum pendek untuk membeli saham2 yang likuid yang cenderung agak volatil. Contohnya seperti ADRO, JPFA, ELSA dan lain2. 

Sebagai contoh, saat IHSG pernah ditutup turun -2,55%, saham ADRO yang sedang jeblok ke 1.600, ternyata ADRO naik sedikit sampai 1.660, walaupun akhirnya ditutup turun lagi ke 1.640. 

Anda yang bisa memanfaatkan momentum beli ADRO di 1.605 dan jual di 1.650 misalnya, maka anda sudah bisa mendapatkan profit walaupun IHSG saat itu lagi kepayahan.  

Namun kalau anda bukanlah tipe trader seperti ini, anda tidak perlu memaksakan momentum pendek tersebut. Yang perlu anda lakukan, anda bisa mulai beli saham secara bertahap, nggak peduli IHSG mau rebound sehari-dua hari, anda tetap pada trading plan yang sudah dijalankan.  

Happy profit.... 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Margin Trading Saham: Profit Besar, Rugi Juga Besar

Margin Trading Saham: Profit Besar, Rugi Juga Besar

Margin trading adalah salah satu fasilitas yang cukup menarik yang disediakan oleh kantor sekuritas untuk nasabah, karena dengan dengan margin trading anda bisa mentradingkan saham lebih dari modal yang setorkan di Rekening Dana Nasabah (RDN) anda. 

Jadi katakanlah modal anda untuk trading adalah Rp5 juta. Maka, anda bisa trading sampai Rp10 juta. Lantas Rp5 juta sisanya itu milik siapa? Rp5 juta sisanya itu adalah utang. Jadi margin trading adalah dana utang dari sekuritas, bukan modal anda sendiri. Kalau utang, artinya anda harus mengembalikannya dalam jangka waktu tertentu. 

Kalau anda belum tahu apa itu margin trading, anda bisa baca lagi artikel saya disini: Force Sell di Pasar Saham

Saya akui, para trader yang menggunakan dana margin, sebagian dari mereka memang profit berlipat karena margin yang digunakan tersebut. Sedangkan saya yang sama sekali tidak menggunakan margin, tetap bisa profit, namun profitnya tidak sebesar trader2 yang menggunakan margin.

Disini kita melihat, sekilas memang margin trading terlihat menguntungkan. Namun margin trading ini ibarat pedang bermata dua. 

Saat kondisi market crash dan banyak saham2 turun (seperti tahun 2008), tidak sedikit trader yang nekad menggunakan dana margin, dengan harapan saat harga saham berbalik naik, trader akan untung berlipat. 

Masalahnya, anda tidak akan tahu apakah harga saham yang anda beli akan langsung naik, atau justru turun. Para trader yang membeli saham dengan margin hanya karena faktor greed alias serakah, dan tidak bisa menjual sahamnya saat harga sahamnya turun, mereka terpaksa kena force sell. 

Trader yang terkena force sell akibat margin, selain mereka harus mengembalikan pinjaman modalnya (utang) beserta bunga, trader juga harus menjual rugi sahamnya. Artinya, kerugian yang diderita trader bisa berlipat ganda.

Inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak trader yang bangkrut di pasar saham. Terutama setelah melewati crash market, banyak trader yang akhirnya berhenti sama sekali dari trading, karena modalnya sudah habis total ketika terkena force sell. 

Terus bagaimana dengan trader yang tidak menggunakan dana margin?

Anda yang tidak menggunakan margin trading, selamat anda lebih beruntung... Kenapa beruntung? Karena anda tidak akan pernah bermasalah dengan utang margin. 

Dengan demikian, meskipun saham anda turun entah karena saat itu crash market atau IHSG-nya yang memang lagi koreksi normal, anda masih bisa bertahan di pasar saham. Anda masih bisa melanjutkan trading anda, anda masih bisa bangkit, anda bisa mengembalikan kerugian anda menjadi keuntungan. 

Sebagian besar trader yang tidak menggunakan margin trading, mereka bisa melewati masa-masa IHSG koreksi, dan pada akhirnya tidak sedikit juga trader yang bisa kembali profit, karena trader masih memiliki modal yang digunakan untuk trading. Baca juga: Trading Saham Pemula : Apa yang Harus Dilakukan Setelah Rugi?

Kesimpulannya, margin trading memang terlihat menggiurkan, tetapi risiko dari margin trading jauh lebih besar dibandingkan dengan potensi profitnya. Jadi dalam trading ataupun investasi, jangan pernah menggunakan margin trading. 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Adakah Trader Saham yang Sukses?

Adakah Trader Saham yang Sukses?

Sebagai trader saham, saya sering sekali mendengar pertanyaan seperti judul di pos ini: Adakah trader yang kaya atau sukses? Pertanyaan2 ini sejak pertama kali saya mengenal saham sampai sekarang, masih banyak orang yang penasaran, apa iya sih, trader saham / forex itu beneran bisa sukses dan kaya? 

Pertanyaan ini wajar karena faktanya banyak trader yang bangkrut di pasar saham. Tidak sedikit dari mereka yang bercerita tentang gejolak harga saham di BEI. Saya pernah cerita sedikit soal itu disini: Menjadi Trader Saham Sukses.

Sebenarnya, kalau anda bertanya apakah ada trader atau investor saham yang sukses, saya akan menjawab: Semua itu tergantung ukuran sukses apa yang mau anda pakai. 

Kalau anda menggunakan ukuran sukses trading mengacu pada para pebisnis besar saham seperti Lo Kheng Hong (LKH), Warren Buffet (WB), Peter Lynch, dan lain2 yang memiliki modal mumpuni dan sering nongol di media karena kesuksesannya di dunia saham, maka dapat saya katakan sedikit sekali trader yang sukses. Kalaupun ada yang menyamai, saya yakin pasti dapat dihitung dengan jari. 

Tapi menurut saya, trader sukses ataupun kaya dari saham, itu ada ukurannya sendiri menurut tiap pribadi. Contohnya saya sendiri. Saya pribadi sudah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dari trading saham. 

Menurut saya, itu sudah dapat dikatakan sukses, jika dibandingkan saya dulu waktu 1-2 tahun pertama trading, di mana dulu saham saya ada yang profit, tapi sisanya nyangkut semua. Setelah melalui masa2 tersebut, saya akhirnya bisa profit konsisten dan bisa clean portofolio alias bisa menjual saham profit, dan bisa selalu memegang full cash jelang liburan2 panjang. 

Namun dibalik itu, saya yakin bahwa pasti masih banyak trader yang bisa mendapatkan profit lebih besar daripada saya. Sehingga kalau sukses saya mengacu pada jumlah profit trader2 lain yang lebih besar, maka dapat dikatakan saya belum sukses dari saham. Got it? 

Hal ini sama juga dengan anda dan trader2 ritel yang membaca pos ini. Andaikata ada trader yang bisa dapat profit "hanya" 1-2 juta per bulan. Bisa jadi menurut trader tersebut dia sudah sukses, karena ukuran sukses yang dipakai trader adalah: Biasanya trader tersebut tidak pernah bisa dapat 1-2 juta. Maka jika trader tadi bisa untung konsisten 1-2 juta, trader tersebut dapat dikatakan sukses dalam trading saham. 

Atau andaikata anda bisa membeli mobil dari trading saham. Apakah anda sudah bisa dikatakan sukses? Kalau ukuran sukses anda memang ingin beli mobil dari trading, maka anda adalah seorang trader sukses. 

Tapi kalau ukuran anda ingin beli pesawat terbang dari trading saham, anda masih belum bisa dibilang sukses. 

Itu artinya juga kalau saya disuruh menilai apakah trader yang bisa untung Rp500ribu-1 juta per bulan, trader yang bisa untung Rp10 juta per bulan adalah dikatakan sukses, saya tidak bisa menjawabnya. Karena yang tahu sukses atau tidak dengan profit sekian hanya trader itu sendiri. 

Jadi kesimpulannya, kalau ditanya apakah ada trader yang sukses atau kaya dari saham? Jawaban saya ada, bahkan banyak. Tergantung ukuran sukses apa yang mau anda gunakan, dan tiap orang ukuran suksesnya pasti berbeda. 

Sama seperti anda dan saya menggunakan indikator saham. Tidak ada indikator yang paling bagus dan sempurna. Saya cocok untuk indikator SO, belum tentu anda cocok. Anda mahir pakai indikator MACD belum tentu orang lain mahir. Semua orang bisa profit dari indikator, tergantung bagaimana mereka menggunakannya. 

Nilai moral di pos ini yang tidak boleh anda lupakan: Jangan lupa bersyukur kalau anda sudah bisa mendapatkan profit dari saham, sekecil apapun itu. Terutama anda yang masih sering menyesal setelah take profit dan harga saham naik lagi. Jika target anda sudah sesuai dengan trading plan, maka tidak ada yang salah dengan itu. 

Anda yang ingin mengukur apakah anda sudah sukses dari trading, anda tidak perlu jauh-jauh membandingkan diri anda dengan WB atau LKH. Anda tidak perlu membandingkan anda dengan bandar-bandar saham kelas kakap yang modalnya "nggak terbatas". 

Anda cukup melihat kemampuan anda untuk meraih profit konsisten, dan bandingkan anda dengan anda saat masih pemula. Jika tujuan trading anda tercapai, maka anda sudah bisa dikatakan sukses trading. Anda hanya perlu mengasah kemampuan anda. Baca juga: Cara Mengukur Profit Konsisten Saham. 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Panduan Cara Membeli Saham Unilever

Panduan Cara Membeli Saham Unilever

Saham Unilever adalah salah satu saham yang cukup ternama di Indonesia. Harga saham Unilever dalam jangka panjang selalu mengalami kenaikan. Kita ingat di tahun 2003, harga saham UNVR masih di kisaran 5.000-6.000, dan 10 tahun kemudian harga asham UNVR sudah hampir menyentuh 40.000. 

Saham Unilever adalah saham yang bisa dibeli oleh masyarakat umum. Banyak rekan-rekan yang ingin bisa memiliki saham Unilever, namun masih belum mamahm icaranya. Maka dari itu, di pos ini saya akan menjelaskan langkah-langkah /panduan cara membeli saham Unilever

Untuk membeli saham Unilever, berikut langkah2 yang harus anda lakukan:  

1. Memiliki akun saham terlebih dahulu

Membeli saham Unilever dan saham apapun itu, semuanya dilakukan melalui software trading saham. Anda harus membuka akun terlebih dahulu di perusahaan sekuritas saham. 

Ada banyak perusahaan sekuritas. Dan langkah2 membuka akun saham di kantor sekuritas saham, sudah saya bahas lengkap disini: Ebook Gratis Panduan Membeli Saham Bagi Pemula. 

Setelah membuka rekening saham, anda akan mendapatkan username dan password untuk masuk ke akun trading anda. Anda bisa deposit dana, dan anda mulai trading. Sehingga, anda nantinya bisa membeli saham Unilever. 

2. Membeli saham Unilever melalui akun online trading

Untuk membeli saham Unilever, anda klik menu 'Buy' di software trading anda. Dan akan muncul tampilan seperti dibawah ini: 

Cara membeli saham Unilever
Supaya anda bisa membeli saham Unilever, maka ketikkan kode saham Unilever. Kode sahamnya adalah UNVR. Setelah itu akan muncul harga saham UNVR. Harga offer yang paling atas (43.225) adalah harga beli UNVR yang terjadi saat itu. 

Jika anda mau beli UNVR dan langsung mendapatkan sahamnya, anda bisa membeli di harga offer yang paling atas (harga best offer). Kalau anda mau membeli di harga yang lebih murah, anda bisa membeli di harga bid, namun anda harus mengantri untuk mendapatkan sahamnya. 

Tentang mekanisme bid dan offer ini, sudah pernah saya jelaskan disini: Permintaan dan Penawaran (Bid-Offer) di Pasar Saham - Part I. Anda bisa baca-baca kembali.

Untuk menentukan berapa jumlah lot yang mau anda beli, maka anda harus menyesuaikannya dengan modal yang anda miliki. Minimal pembelian saham adalah 1 lot, di mana 1 lot = 100 lembar saham. 

Jadi katakanlah anda membeli UNVR sebanyak 1 lot di harga 43.225, maka anda harus mengeluarkan modal sebesar 1 lot x 100 lembar x 43.225 = Rp4.322.500, ditambah dengan fee beli sekuritas. Jadi kalau modal anda untuk beli saham kurang dari itu, maka anda tidak bisa membeli saham UNVR.  

3. Menganalisis grafik saham Unilever 

Saham Unilever (UNVR)
Sebelum membeli saham UNVR, anda harus menganalisis grafiknya terlebih dahulu. Berikut adalah grafik saham UNVR. Belilah saham UNVR saat harganya sedang turun / terdiskon. 

Karena saham2 sekelas Unilever, ketika harganya sedang turun / koreksi, pasti akan diborong lagi oleh trader, sehingga harganya akan kembali naik. Untuk menemukan saham diskon, anda bisa baca praktik2nya disini: Full Praktik Menemukan Saham Diskon. 

Itulah panduan cara membeli saham Unilever. Bagi anda yang ingin bisa membeli dan memiliki saham Unilever, anda bisa mengikuti langkah2 diatas.  


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Bisnis Saham adalah Permainan Strategi

Bisnis Saham adalah Permainan Strategi

Kalau anda suka nonton bola, kadang kita melihat permainan bola seolah terkesan membosankan karena tidak ada momen-momen spektakuler (gol) dalam 45-60 menit, dan kita hanya melihat para pemain seolah mengoper bola, kemudian mengembalikan bola ke daerah pertahanan sendiri. 

Tapi sebenarnya semua itu adalah bagian dari mengatur strategi, yaitu mengatur strategi agar tim bisa mencetak gol ke gawang lawan dan permainan bola itu juga berkaitan dengan bagaimana agar bola yang dikuasi tim (ball possession) tidak mudah direbut lawan.

Artinya, dalam permainan bola kesebelasan tim nggak bisa grusa-grusu ingin langsung mencetak gol, ingin bisa menciptakan momen-momen yang bagus, ingin bisa melewati 3-4 pemain sekaligus, karena itu nggak mudah dan butuh pertimbangan serta strategi.  

Tim papan atas ketika dihadapkan dengan tim ecek-ecek atau tim yang peringkatnya paling bawah sekalipun, juga tidak bisa asal-asalan nendang bola. Tetap ada strategi, tetap ada perhitungan. Tim tetap harus bisa memanfaatkan momen yang bagus untuk mencetak gol.  

Terus, apa hubungannya sama saham? Apakah berarti bisnis saham itu sama dengan main ? 

Tidak, bukan itu maksud saya. Bisnis saham bukanlah mainan. Bisnis saham bukanlah judi. Ibarat permainan bola yang membutuhkan strategi, dalam trading saham anda juga butuh strategi yang bagus agar anda bisa mencetak profit. Istilah tepatnya adalah: MOMENTUM. 

Ya, dalam trading saham anda membutuhkan suatu momentum. Momentum itu contohnya seperti ini: Saat IHSG naik, anda nggak beli sahamnya, karena saham udah pada naik terlalu kencang. Biarpun trader lain bilang: 

"Kok you nggak beli saham sih? Itu udah pada naik, ketinggalan kereta ntar." 

"Kalau nggak beli saham, kapan profitnya?"

Namun karena trading saham itu adalah strategi, anda tetap berpegang pada prinsip momentum anda. Ketika harga saham mulai turun, turun dan turun terus. Ketika banyak trader mulai nyangkut karena beli saham di harga atas, itulah kesempatan anda membeli alias serok saham yang banyak di harga low, di harga supportnya. 

Dengan menerapkan strategi, anda bisa mendapatkan profit lebih besar, lebih konsisten dibandingkan dengan trader yang tidak menerapkan strategi yang pas. (Terkait menerapkan momentum ini, nanti akan saya tulis di pos tersendiri).

Artinya dalam trading anda harus mau menunggu (wait and see). Menunggu momentum yang tepat untuk membeli saham. Menunggu momentum IHSG koreksi. Tidak terburu masuk saat IHSG sudah naik tinggi. Baca juga: Membeli Saham yang Sudah Tinggi.

Banyak trader yang masih sering panik kalau IHSG turun, grusa-grusu ingin beli saham yang harganya udah naik, tidak sabar menunggu harga saham turun. Hal ini menyebabkan trader akhirnya sulit mendapatkan profit maksimal.

Anda tidak harus terus membeli saham. Ada saatnya anda tidak perlu trading, ada saatnya anda menungu saat yang pas untuk mengincar saham2 diskon. Trading bukan hanya sekedar buy dan sell. Anda perlu wait and see, anda perlu psikologis trading yang baik. 

Semua itu adalah bagian dari mengatur strategi trading. Dengan kata lain, seorang trader saham sesungguhnya harus memiliki intellegence dalam trading, inilah yang membedakan antara trader yang bisa mencetak profit dan tidak, dan untuk mencapai hal tersebut, anda perlu terus mengasah kemampuan anda untuk membaca pergerakan market. Baca juga: Menjadi Trader Saham Sukses. 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Fraksi Harga Baru dan Dampaknya pada Pasar Modal

Fraksi Harga Baru dan Dampaknya pada Pasar Modal

Per 2 Mei 2016 besok (pos ini ditulis tanggal 1 Mei 2016) ada sesuatu yang bakal berbeda dengan fraksi harga saham di pasar modal. Apa yang berbeda?

Fraksi harga di BEI akan segera direvisi menjadi fraksi harga yang baru. Kalau fraksi harga yang lama hanya ada 3 fraksi harga, maka fraksi harga yang baru ini akan berubah menjadi 5 fraksi harga. Aturan tentang fraksi harga yang baru ini sebenarnya sudah lama diperbincangkan dan berita simpang-siur tentang aturan ini sudah lama dibahas. Banyak pro dan kontra? Anda termasuk yang mana, pro atau kontra?

Nah sebelum masuk ke bahasan utama di pos ini, ada baiknya Anda mengenal tentang fraksi harga terlebih dahulu. Silahkan baca pos-nya lagi: Fraksi Harga Kecil Vs Besar, Mana yang Lebih Cepat Cuan? Nah, bagaimana perbedaan aturan fraksi harga lama dengan fraksi harga baru mulai tahun 2016? Mari simak tabelnya dibawah.

Aturan fraksi harga lama dari BEI dibagi menjadi 3 fraksi harga sebagai berikut:



Sedangkan aturan fraksi harga baru dari BEI yang akan diterapkan per tanggal 2 Mei 2016 dibagi menjadi 5 fraksi harga sebagai berikut:


Perbedaannya sekarang pada fraksi harga baru ada tambahan fraksi harga Rp2 untuk fraksi 200-500. Kalau pada fraksi lama, harga saham 200-500 fraksi harganya tetap dihargai Rp1. Perbedaan kedua ada fraksi harga Rp10 untuk harga saham yang berada pada rentang  2.000-5.000. Kalau pada fraksi harga lama, harga saham 2.000-5.000 fraksi hargnya cuman dihargai Rp5. 

Jadi, fraksi harga yang baru ini intinya rentang harganya diperlebar. Nah, kalau melihat fraksi harga yang awalnya Rp1 bisa menjadi Rp2, kemudian fraksi harga Rp5 kemudian ada tambahan fraksi harga Rp10, maka saya yakin Anda sudah bisa menebak apa tujuan BEI mentetapkan fraksi harga yang baru ini.


Yang jadi pertanyaan: Apakah dengan fraksi harga baru investor benar-benar semakin cepat cuan? Sebenarnya, selain meningkatkan likuiditas, kenaikan harga saham yang lebih cepat dari sebelumnya juga patut diwaspadai,karena adanya aksi para spekulan atau yang kita sebut dengan bandar bisa semakin liar memancing investor ritel yang hanyamemiliki dana terbatas.



Saham-saham gorengan akan lebih cepat naik dengan fraksi harga yang baru. Apalagi biasanya, saham-saham gorengan rentang harganya antara Rp200-Rp500 fraksi harganya menjadi Rp2 (sebelumnya Rp1). Kalau Anda tidak hati-hati dalam menyeleksi saham, hanya ikut “arah angin”, tidak menutup kemungkinan dengan fraksi harga baru, justru akan mempercepat pasar modal kita menjadi tempat spekulan, bukan menjadi tempat bisnis saham yang menjanjikan. Pada akhirnya, pasar modal akan menimbulkan kesan judi.



Pelajaran yang bisa diambil dari saya dan juga Anda sebagai investor ritel, yang notabene masyarakat umum: Dengan fraksi harga baru nanti, yang memungkinan naiknya harga saham lebih cepat, jangan terlalu cepat terbawa oleh euforia pasar. Kenaikan harga saham yang cepat justru akan membawa dampak psikologis yang buruk jika tidak diimbangi dengan perencanaan trading setiap investor. Jangan sampai karena fraksi harga baru, modal para investor justru tergerus habis.



Sebagai para investor dan trader, harus tetap bisa mengimbangi situasi euforia yang mungkin terjadi dengan fraksi harga baru ini, dengan menyeleksi saham-saham yang bagus secara analisis yang didukung fakta. Baca juga: Psikologi Pasar: Empat Tahapan Penting.



Lalu bagaimana praktik fraksi harga saham yang baru ini pasar modal kita? Apakah membuat IHSG semakin jatuh atau semakin melesat? Tentu saja saya akan membahas di pos selanjutnya setelah beberapa bulan kedepan fraksi harga ini telah ditetapkan ke pasar saham (belum terbit.. coming soon).


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.