Crash Market Saham: Terulang?

Crash Market Saham: Terulang?

Crash market saham merupakan kondisi di mana mayoritas pasar saham mengalami koreksi / bearish dalam jangka waktu yang agak panjang, di mana bearish ini bukan cuma koreksi biasa, namun penurunan ini terjadi secara masif, dan juga dialami oleh bursa-bursa saham yang lain. 

Oke, di Indonesia, crash market saham pernah terjadi beberapa kali: 

1998: Crash market ini yang paling parah, di mana pemicunya adalah krisis moneter (ekonomi), Rupiah terus melemah, hiper inflasi, plus kondisi politik yang sedang kacau.  

2008: Crash market ini dipicu oleh penurunan harga komoditas (global), dan resesi ekonomi khususnya di Amerika, yaitu AS menghadapi subprime mortgage (gagal bayar kredit properti). 

2015: Crash market ini dipicu oleh adanya resesi ekonomi, khususnya pelemahan nilai tukar Rupiah, banyak usaha yang gulung tikar, banyak emiten yang labanya anjlok, harga komoditias yang bearish panjang, dan inflasi membengkak. Selain itu, kondisi di luar negeri, seperti Tiongkok juga sedang mengalami perlambatan ekonomi, yang berpengaruh juga ke bisnis dagang Indonesia. 

Jadi yang menyebabkan crash market bisa terjadi di Indonesia sampai tiga kali, pemicunya adalah: KONDISI EKONOMI, KONDISI POLITIK, KONDISI LUAR NEGERI. 

Tiga kondisi ini, kalau sudah terjadi, apalagi terjadinya secara BERSAMAAN, ya sudah, crash market nggak akan bisa dihindari lagi. 

Ironisnya, di tahun 2019 kita sudah melihat tanda-tanda crash market tersebut. Apa tanda-tanda crash market tersebut? 

1. Perang dagang AS- Tiongkok

Perang dagang AS-Tiongkok sudah memanas sejak tahun 2017, di mana AS terus mengenakan kenaikan tarif produk2 Tiongkok, demikian juga sebaliknya. Perang dagang akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi turun, dan hal ini akan dialami baik oleh AS maupun Tiongkok. 

Perang dagang membuat arus aliran transaksi barang tidak akan berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya.

Masalahnya, Indonesia memiliki hubungan bisnis yang cukup besar dengan AS maupun Tiongkok. Sebagai contoh, Indnesia memiliki nilai eskpor yang besar ke Tiongkok untuk barang2 komoditas seperti batu bara. 

Nah, kalau Tiongkok mengalami perlambatan ekonomi, jumah barang ekspor kita pasti akan ikut menurun, dan otomatis pertumbuhan ekonomi (pendapatan pajak dan lain2) di negara kita juga bakal turun. 

Ketika terjadi perang dagang, investor akan cabut dari bursa saham, dan lebih memilih untuk menyimpan aset2 safe heaven seperti emas.  

2. Harga komoditas tidak kunjung membaik, pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan

Kita semua tahu bahwa harga barang2 komoditas sekarang seperti apa. Turun, bearish. Kita bisa lihat saham2 batu bara, minyak, kelapa sawit yang turun terus selama beberapa bulan ini, dan bahkan reboundnya cuma tipuan saja. 

Kabaar buruknya lagi, di kuartal I / 2019, rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berhasil mencapai angka 5,07% (data BPS), di mana sebelumnya pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi bisa mencapai 5,2%. Perlambatan pertumbuhan ekonomi, harga komoditas yang masih belum pulih, bisa menjadi indikasi bearish market. 

3. Kondisi politik Indonesia

Tahun 2019 merupakan tahun pemilu. Tahun pemilu selalu "berhasil" membuat pelaku pasar wait and see, bahkan hengkang dari Bursa saham kita. 

Karena pelaku pasar selalu mengaitkan pemilu dengan tahun politik, sehingga sebelum maupun pasca pemilu, jangan berharap pelaku pasar akan membeli saham dalam jumlah besar. Sebaliknya, setiap tahun politik, IHSG rata2 cenderung bergerak mixed dan cenderung turun. 

Kondisi politik kita sekarang juga masih tidak menentu. Inilah yang menyebabkan IHSG berpotensi crash, karena kalau pelaku pasar, investor asing sudah ramai2 keluar dari Bursa, anda pasti sudah bisa jawab apa yang bakali terjadi dengan IHSG. 

4. Ciri-ciri crash market secara technical analysis

Ciri-ciri atau pertanda crash market kalau dilihat dari pergerakan saham2 di BEI adalah: Mayoritas saham-saham likuid terutama blue chip dan LQ45, harganya akan turun terus, hingga berada di bawah MA200, demikian juga dengan IHSG. 

MA200 ini adalah indikator moving average selama 1 tahun. Jadi kalau mayoritas saham pada turun dibawah MA200, maka ini bisa menunjukkan bahwa banyak saham yang harganya mulai bearish. 

Anda harus peka melihat situasi analisa teknikal ini, karena kalau cuma 1-2 saham blue chip yang harganya bearish dibawah MA200, bisa jadi memang sahamnya memang lagi turun. Tapi kalau mayoritas saham polanya sama, maka hal ini bisa jadi pertanda strong bearish, bukan cuma koreksi wajar.  

Sebelumnya, crash market digadang-gadang akan terjadi di tahun 2018. Perhatikan chartb IHSG sejak tahun 2018 sampai Mei 2019 dibawah ini:



Kita bisa perhatikan bahwa IHSG sebelumnya sudah turun tajam setelah breakout all time high ke 6.7000-an pada Februari 2018 (tanda lingkaran). Saat itu banyak trader yang mengatakan terjadi crash market, resesi, siklus 10 tahunan terulang, krisis 1998 terulang dan lain2. 

Tapi karena saya belum melihat tanda2 IHSG akan bergerak ke arah krisis 1998 (secara data tahun 2018 juga masih jauh lebih bagus), maka saya pernah menuliskan disini: IHSG Turun Terus, Apakah Pertanda Krisis Global? bahwa crash market 2018 tidak terjadi, walaupun perekonomian global sejatinya masih lesu. 

Dan memang benar dua bulan terakhir di tahun 2018, IHSG berhasil rebound dengan kencang. Namun di tahun 2019, kondisinya tidak sama, karena tahun politik semakin dekat, perang dagang semakin gencar, dan seperti yang saya tuliskan tadi: Perekonomian di kuartal I  2019 jauh dari harapan. 

Sehingga, suka nggak suka IHSG langsung terjun bebas, dan ironisnya ketiga poin itu tadi yaitu: 
Poin 1: Kondisi luar negeri. Poin 2: Kondisi ekonomi. Poin 3: Kondisi politik, semuanya lagi terjadi di tahun 2019.  

Logikanya gini, kalau market sudah bearish sampai beberapa bulan, dan kemudian ekonomi kita benar2 pulih atau at least nggak ada masalah apapun, harusnya IHSG sekarang sudah bisa break all time high. 

Tapi pada grafik diatas, justru sebaliknya, tahun 2019 samoai Mei kita cuma berhasil mencapai angka IHSG 6.637 (belum sempat tembus all time high di 6.700-an), then IHSG langsung terjun bebas karena tiga faktor tersebut.

STRATEGI TRADING SAAT CRASH MARKET

Catatan: Sebelum saya lanjut, saya ingin mengatakan dulu pada anda bahwa crash market ini masih POTENSI, artinya BELUM PASTI. Jadi dengan membaca tulisan ini, jangan langsung ambil kesimpulan market sudah crash. Tapi tanda2nya sudah mulai terlihat...  

Saya yakin setelah baca ulasan diatas, anda bakalan tanya: "Pak Heze, bagaimana strategi beli saham saat crash market?"

Well, karena sebelum2nya saya sudah mengalami crash market, maka strategi terbaik berdasarkan pengalaman saya adalah: WAIT AND SEE.. Yap, keputusan ini adalah keputusan yang membosankan, karena anda nggak trading, cuma mengamati. Tapi ya inilah adalah keputusan terbaik. 

Soalnya kalau anda memaksakan main seruduk saat IHSG masih nggak pasti (dan koreksinya bukan turun biasa), saham nyangkut anda bakal bertambah banyak, bukankah begitu? 

Wait and see sampai paling tidak sentimen2 negatif sudah mulai pada keluar, dan IHSG sudah sulit untuk turun lagi. Sampai kapan? 

Kita semua tidak tahu, karena dari pengalaman crash market tahun2 sebelumnya, tidak ada acuan yang pasti sampai berapa bulan crash market berakhir. Tahun 1998 crash market berlangsung cukup panjang, tapi tidak demikian dengan tahun 2015. Tahun 2015 crash market kita lebih cepat pulih. 

Jika tekanan bearish market sudah mulai reda, incarlah saham2 yang mudah naik. Saya pernah menulisnya disini: Saham yang Mudah Naik.

Tetapi, seturun-turunnya IHSG, pasti ada 1-2 hari di mana IHSG rebound. Nah, untuk anda yang tipikalnya trader cepat, anda bisa manfaatkan momentum ini untuk buy-sell dalam jangka singkat, karena nggak mungkin IHSG turun setiap hari. 

Baca juga: Strategi dan Praktik Trading Harian Saham. 

Beberapa trader yang saya temukan pernah mengatakan: "Kalau crash market beli saja saham gorengan, jangan beli sham blue chip, soalnya pasti turun."

Memang benar. Ketika crash market, setiap hari tetap ada saham yang naik 20%. Saham2 itu adalah saham gorengan. Tidak masalah kalau anda mau cari cuan dari saham2 tersebut selama crash market.

Tapi dengan catatan, anda memang benar2 jago mencari saham2 gorengan, dan anda juga harus batasi risiko. Mengingat saham gorengan ini cukup berisiko. Jadi strategi seperti ini, nggak saya sarankan buat pemula. 

Mengingat market yang sekarang lagi turun, itulah kenapa terkadang watchlist saham di halaman: Rekomendasi Saham, juga tidak terlalu sering saya berikan. 

Bahkan wathclist2 saham yang saya tuliskan lebih banyak saya ulas titik2 supportnya supaya anda lebih waspada kalau2 saham tersebut jatuh lagi. 

"Tapi Pak Heze, sekarang saya lagi punya saham dan nyangkut. Enaknya hold atau cut loss?"

Buat anda yang sudah terlanjur punya saham dan masih nyangkut, maka kalau anda masih loss 2-5%, anda bisa jual dulu, toh kalau anda bisa ambil di harga bottom, return anda nanti pasti lebih besar. 

Tapi kalau anda nggak berani cut loss atau bahkan anda nggak mau cut loss, maka ya sudah hold saja sahamnya, sampai market nanti pulih. 

Itulah pentingnya anda harus punya saham2 blue chip atau LQ45. Karena saham2 tersebut selain teknikalnya bagus (mudah naik setelah turun), fundamentalnya juga terjamin, sehingga kalaupun saham anda turun, anda tetap dapat dividen rutin.  

Namun jika sekarang anda pegang saham2 yang nggak jelas plus anda nggak berani cut loss, maka jadikan ini sebagai pembelajaran anda. 

Catatan penting: Seperti saya tuliskan, crash market ini masih potensi (karena sudah ada tanda-tandanya), walaupun kita tidak bisa langsung menarik kesimpulan satu arah Nah, kalau nanti ada update2 terbaru atau perubahan market, saya akan ulas lagi di web Saham Gain ini. 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Pada saat harga saham naik, ada banyak trader yang berhasil mencetak profit spektakuler. Disitulah kemudian mulai terjadi euforia pasar, di mana trader2 yang senang mendapat profit besar, akan terus mulai mengincar saham2 yang sudah naik. 

Tetapi sesuai prinsip analisis teknikal, tidak ada harga saham yang naik terus tanpa turun, dan sebaliknya. Setelah harga saham naik, sangat mungkin sebagian besar harga saham mulai koreksi. 

Nah, bagaimana jika kemudian harga saham turun terus dan rebound hanya beberapa saat? Bagaimana jika sebagian besar saham blue chip turun tajam hanya dalam beberapa hari? 

Dalam kondisi market yang turun, maka keadaannya pasti nggak akan sama ketika market sedang bullish. Saat market turun tajam, anda akan sering mendengar anjuran-anjuran untuk membeli saham di harga bawah. 

Anjuran beli saham2 yang udah murah. Anjuran menggunakan strategi buy on weakness (BOW). Anjuran untuk beli di harga support psikologis, dan buanyaak anjuran2 lain.  

Faktanya teori2 seperti ini tidak mudah diterapkan, karena ketika market bearish dan harga saham sudah tampak murah, sangat mungkin harga saham turun lagi. Sebagai contoh, let say anda beli saham TLKM di 3.800, namun TLKM ternyata masih turun lagi sampai 3.700. Ini artinya, tetap aja anda masih beli saham di harga tinggi, bukan? Karena faktanya harga saham masih turun lagi lho. 

Jadi persoalan utamanya sebenarnya bukan beli saham di harga murah, buy on weakness, beli di support, tetapi pertanyaannya adalah: When we should buy?

Karena kita juga tidak tahu pasti apakah IHSG yang turun ini akan langsung naik atau malah turun lagi. 

Saya pribadi sudah berkali-kali mengalami IHSG turun drastis dengan cepat, termasuk menghadapi beberapa kali crash market, salah satunya tahun 2015. Sepengalaman saya, waktu terbaik untuk membeli saham adalah dua kondisi berikut: 

Pertama, ketika sentimen2 negatif yang  berpotensi menjatuhkan IHSG sudah habis atau setidaknya berkurang. 

Kedua, IHSG sudah terjerembab cukup dalam dan mulai sideways alias sudah susah untuk turun lagi. Jadi, kalau biasanya sehari IHSG anjloknya bisa sampai -2%, -2,8% terus, maka ketika IHSG sudah mulai turun terbatas, atau bahkan naik sedikit, maka itu sudah merupakan waktu yang bagus untuk beli.  

Apa artinya? Artinya saat sentimen negatif sudah mulai hilang, dan IHSG sudah sulit untuk turun lebih dalam, itu menandakan bahwa 'amunisi' investor asing dan lokal untuk jualan udah habis. 

Nah, kalau saham sudah jenuh jual dan tidak banyak lagi berita2 jelek terkait IHSG, maka TIDAK ADA ALASAN UNTUK TIDAK MASUK KE PASAR SAHAM lagi. Hanya mungkin, kita tidak tahu pasti kapan IHSG akan benar-benar kembali rebound dengan meyakinkan 

Karena kalau anda ngarep IHSG langsung rebound kenceng, maka itu juga dibutuhkan waktu, dan dibutuhkan sentimen positif yang bisa mengerek kembali IHSG. 

Tapi intinya disini, anda sebagai smart trader atau smart investor, anda harusnya bisa curi start, sebelum IHSG mulai naik beneran dan trader2 lain baru masuk saat IHSG sudah naik kencang. Jadi, keuntungan yang anda dapatkan nantinya akan lebih besar.  

Saya kasih satu contoh. Akhir April 2016, IHSG sempat terkoreksi terus, karena memang IHSG sebelumnya sudah naik tinggi. Saat itu, IHSG sedang dilanda banyak sentimen negatif, seperti isu the FED, efek Brexit dan lain sebagainya. 

Lambat laun, saat IHSG sudah tidak banyak sentimen2 negatif, efek Brexit juga sudah hilang, IHSG sudah mulai sulit turun lagi, lalu kemudian munculah tax amnesty yang jadi sentimen positif IHSG, maka disitulah IHSG kemudian naik sangat kencang hanya dalam waktu 1-2 bulan saja. 

Walaupun penulis menilai saat itu IHSG naiknya terlalu tinggi dan terlalu euforia. Tapi faktanya kalau anda sudah bisa curi start, anda pasti sudah dapat profit yang jauh lebih besar daripada trader yang baru masuk saat IHSG sudah naik beneran. 

Namun kalau ternyata IHSG masih turun, dan pasar saham masih banyak dilanda sentimen2 negatif ini itu, kemudian tiba2 besok IHSG rebound kencang, maka bisa jadi itu hanyalah 'tipuan', karena faktanya IHSG besok2 hari bakalan turun lebih dalam lagi.

So kesimpulannya dua poin itu tadi yang bisa menjelaskan pertanyaan:  When we should buy when the stock market still bearish? 


Jadi jawabannya bukan beli saat saham turun, saat saham murah, saat saham sudah di harga support because everybody knows that. Yang anda dan saya butuhkan adalah, kapan momentum terbaik untuk beli saat market masih turun. Dan di pos ini, saya sudah mengulasnya cukup panjang..

Anda yang teliti baca pos ini kemudian bertanya lagi: "Pak Heze, kalau kondisinya seperti itu apa berarti kita sudah bisa beli saham yang banyak?" 

Kadang anda mungkin masih ragu untuk masuk pasar dengan modal besar, kecuali anda yang memang sudah trader / investor kawakan, yang memang udah incar saham2 blue chip yang murah. Kalau trader pemula, mungkin trader masih takut untuk masuk. 

Maka, dalam kondisi ini, ada beberapa tips yang bisa anda gunakan untuk membeli saham saat market turun: 

1. Membeli saham secara bertahap / nggak full power 

Sekali lagi, kita tidak akan tahu persis kapan IHSG akan beneran naik, atau mungkin IHSG akan turun sedikit sebelum naik lagi (meskipun sentimen2 negatifnya udah pada hilang dan sudah jenuh jual), who knows?

Untuk membuat psikologis tenang, anda bisa membeli saham secara bertahap alias tidak full modal / full power. Misalnya anda sudah incar saham BBRI dan anda sudah menyiapkan cash Rp100 juta. 

Kalau anda belum yakin betul, anda bisa beli BBRI dengan modal Rp6 juta dulu. Jika BBRI turun sedikit, anda bisa nyicil beli lagi. Kira-kira seperti itu gambaran membeli saham secara bertahap. Baca juga: Strategi Averaging Down Saham yang Benar. 

Strategi ini terbukti memberikan rasa aman di tengah kondisi market yang masih bearish. Di satu sisi, trader juga sudah senang karena bisa mulai dapat saham2 bagus di harga murah. Hanya perlu tinggal tunggu waktunya panen.. 

2. Manfaatkan momentum pendek 

Dalam kondisi market yang masih turun, IHSG pasti tetap ada reboundnya walau hanya sesaat alias "rebound tipuan" (baca lagi paragraf2 sebelumnya). Disini anda bisa memanfaatkan momentum pendek untuk membeli saham2 yang likuid yang cenderung agak volatil. Contohnya seperti ADRO, JPFA, ELSA dan lain2. 

Sebagai contoh, saat IHSG pernah ditutup turun -2,55%, saham ADRO yang sedang jeblok ke 1.600, ternyata ADRO naik sedikit sampai 1.660, walaupun akhirnya ditutup turun lagi ke 1.640. 

Anda yang bisa memanfaatkan momentum beli ADRO di 1.605 dan jual di 1.650 misalnya, maka anda sudah bisa mendapatkan profit walaupun IHSG saat itu lagi kepayahan.  

Namun kalau anda bukanlah tipe trader seperti ini, anda tidak perlu memaksakan momentum pendek tersebut. Yang perlu anda lakukan, anda bisa mulai beli saham secara bertahap, nggak peduli IHSG mau rebound sehari-dua hari, anda tetap pada trading plan yang sudah dijalankan.  

Happy profit.... 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Harga Saham Turun, Kapan Waktu Terbaik untuk Beli?

Pada saat harga saham naik, ada banyak trader yang berhasil mencetak profit spektakuler. Disitulah kemudian mulai terjadi euforia pasar, di mana trader2 yang senang mendapat profit besar, akan terus mulai mengincar saham2 yang sudah naik. 

Tetapi sesuai prinsip analisis teknikal, tidak ada harga saham yang naik terus tanpa turun, dan sebaliknya. Setelah harga saham naik, sangat mungkin sebagian besar harga saham mulai koreksi. 

Nah, bagaimana jika kemudian harga saham turun terus dan rebound hanya beberapa saat? Bagaimana jika sebagian besar saham blue chip turun tajam hanya dalam beberapa hari? 

Dalam kondisi market yang turun, maka keadaannya pasti nggak akan sama ketika market sedang bullish. Saat market turun tajam, anda akan sering mendengar anjuran-anjuran untuk membeli saham di harga bawah. 

Anjuran beli saham2 yang udah murah. Anjuran menggunakan strategi buy on weakness (BOW). Anjuran untuk beli di harga support psikologis, dan buanyaak anjuran2 lain.  

Faktanya teori2 seperti ini tidak mudah diterapkan, karena ketika market bearish dan harga saham sudah tampak murah, sangat mungkin harga saham turun lagi. Sebagai contoh, let say anda beli saham TLKM di 3.800, namun TLKM ternyata masih turun lagi sampai 3.700. Ini artinya, tetap aja anda masih beli saham di harga tinggi, bukan? Karena faktanya harga saham masih turun lagi lho. 

Jadi persoalan utamanya sebenarnya bukan beli saham di harga murah, buy on weakness, beli di support, tetapi pertanyaannya adalah: When we should buy?

Karena kita juga tidak tahu pasti apakah IHSG yang turun ini akan langsung naik atau malah turun lagi. 

Saya pribadi sudah berkali-kali mengalami IHSG turun drastis dengan cepat, termasuk menghadapi beberapa kali crash market, salah satunya tahun 2015. Sepengalaman saya, waktu terbaik untuk membeli saham adalah dua kondisi berikut: 

Pertama, ketika sentimen2 negatif yang  berpotensi menjatuhkan IHSG sudah habis atau setidaknya berkurang. 

Kedua, IHSG sudah terjerembab cukup dalam dan mulai sideways alias sudah susah untuk turun lagi. Jadi, kalau biasanya sehari IHSG anjloknya bisa sampai -2%, -2,8% terus, maka ketika IHSG sudah mulai turun terbatas, atau bahkan naik sedikit, maka itu sudah merupakan waktu yang bagus untuk beli.  

Apa artinya? Artinya saat sentimen negatif sudah mulai hilang, dan IHSG sudah sulit untuk turun lebih dalam, itu menandakan bahwa 'amunisi' investor asing dan lokal untuk jualan udah habis. 

Nah, kalau saham sudah jenuh jual dan tidak banyak lagi berita2 jelek terkait IHSG, maka TIDAK ADA ALASAN UNTUK TIDAK MASUK KE PASAR SAHAM lagi. Hanya mungkin, kita tidak tahu pasti kapan IHSG akan benar-benar kembali rebound dengan meyakinkan 

Karena kalau anda ngarep IHSG langsung rebound kenceng, maka itu juga dibutuhkan waktu, dan dibutuhkan sentimen positif yang bisa mengerek kembali IHSG. 

Tapi intinya disini, anda sebagai smart trader atau smart investor, anda harusnya bisa curi start, sebelum IHSG mulai naik beneran dan trader2 lain baru masuk saat IHSG sudah naik kencang. Jadi, keuntungan yang anda dapatkan nantinya akan lebih besar.  

Saya kasih satu contoh. Akhir April 2016, IHSG sempat terkoreksi terus, karena memang IHSG sebelumnya sudah naik tinggi. Saat itu, IHSG sedang dilanda banyak sentimen negatif, seperti isu the FED, efek Brexit dan lain sebagainya. 

Lambat laun, saat IHSG sudah tidak banyak sentimen2 negatif, efek Brexit juga sudah hilang, IHSG sudah mulai sulit turun lagi, lalu kemudian munculah tax amnesty yang jadi sentimen positif IHSG, maka disitulah IHSG kemudian naik sangat kencang hanya dalam waktu 1-2 bulan saja. 

Walaupun penulis menilai saat itu IHSG naiknya terlalu tinggi dan terlalu euforia. Tapi faktanya kalau anda sudah bisa curi start, anda pasti sudah dapat profit yang jauh lebih besar daripada trader yang baru masuk saat IHSG sudah naik beneran. 

Namun kalau ternyata IHSG masih turun, dan pasar saham masih banyak dilanda sentimen2 negatif ini itu, kemudian tiba2 besok IHSG rebound kencang, maka bisa jadi itu hanyalah 'tipuan', karena faktanya IHSG besok2 hari bakalan turun lebih dalam lagi.

So kesimpulannya dua poin itu tadi yang bisa menjelaskan pertanyaan:  When we should buy when the stock market still bearish? 


Jadi jawabannya bukan beli saat saham turun, saat saham murah, saat saham sudah di harga support because everybody knows that. Yang anda dan saya butuhkan adalah, kapan momentum terbaik untuk beli saat market masih turun. Dan di pos ini, saya sudah mengulasnya cukup panjang..

Anda yang teliti baca pos ini kemudian bertanya lagi: "Pak Heze, kalau kondisinya seperti itu apa berarti kita sudah bisa beli saham yang banyak?" 

Kadang anda mungkin masih ragu untuk masuk pasar dengan modal besar, kecuali anda yang memang sudah trader / investor kawakan, yang memang udah incar saham2 blue chip yang murah. Kalau trader pemula, mungkin trader masih takut untuk masuk. 

Maka, dalam kondisi ini, ada beberapa tips yang bisa anda gunakan untuk membeli saham saat market turun: 

1. Membeli saham secara bertahap / nggak full power 

Sekali lagi, kita tidak akan tahu persis kapan IHSG akan beneran naik, atau mungkin IHSG akan turun sedikit sebelum naik lagi (meskipun sentimen2 negatifnya udah pada hilang dan sudah jenuh jual), who knows?

Untuk membuat psikologis tenang, anda bisa membeli saham secara bertahap alias tidak full modal / full power. Misalnya anda sudah incar saham BBRI dan anda sudah menyiapkan cash Rp100 juta. 

Kalau anda belum yakin betul, anda bisa beli BBRI dengan modal Rp6 juta dulu. Jika BBRI turun sedikit, anda bisa nyicil beli lagi. Kira-kira seperti itu gambaran membeli saham secara bertahap. Baca juga: Strategi Averaging Down Saham yang Benar. 

Strategi ini terbukti memberikan rasa aman di tengah kondisi market yang masih bearish. Di satu sisi, trader juga sudah senang karena bisa mulai dapat saham2 bagus di harga murah. Hanya perlu tinggal tunggu waktunya panen.. 

2. Manfaatkan momentum pendek 

Dalam kondisi market yang masih turun, IHSG pasti tetap ada reboundnya walau hanya sesaat alias "rebound tipuan" (baca lagi paragraf2 sebelumnya). Disini anda bisa memanfaatkan momentum pendek untuk membeli saham2 yang likuid yang cenderung agak volatil. Contohnya seperti ADRO, JPFA, ELSA dan lain2. 

Sebagai contoh, saat IHSG pernah ditutup turun -2,55%, saham ADRO yang sedang jeblok ke 1.600, ternyata ADRO naik sedikit sampai 1.660, walaupun akhirnya ditutup turun lagi ke 1.640. 

Anda yang bisa memanfaatkan momentum beli ADRO di 1.605 dan jual di 1.650 misalnya, maka anda sudah bisa mendapatkan profit walaupun IHSG saat itu lagi kepayahan.  

Namun kalau anda bukanlah tipe trader seperti ini, anda tidak perlu memaksakan momentum pendek tersebut. Yang perlu anda lakukan, anda bisa mulai beli saham secara bertahap, nggak peduli IHSG mau rebound sehari-dua hari, anda tetap pada trading plan yang sudah dijalankan.  

Happy profit.... 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Fraksi Harga Baru dan Dampaknya pada Pasar Modal

Fraksi Harga Baru dan Dampaknya pada Pasar Modal

Per 2 Mei 2016 besok (pos ini ditulis tanggal 1 Mei 2016) ada sesuatu yang bakal berbeda dengan fraksi harga saham di pasar modal. Apa yang berbeda?

Fraksi harga di BEI akan segera direvisi menjadi fraksi harga yang baru. Kalau fraksi harga yang lama hanya ada 3 fraksi harga, maka fraksi harga yang baru ini akan berubah menjadi 5 fraksi harga. Aturan tentang fraksi harga yang baru ini sebenarnya sudah lama diperbincangkan dan berita simpang-siur tentang aturan ini sudah lama dibahas. Banyak pro dan kontra? Anda termasuk yang mana, pro atau kontra?

Nah sebelum masuk ke bahasan utama di pos ini, ada baiknya Anda mengenal tentang fraksi harga terlebih dahulu. Silahkan baca pos-nya lagi: Fraksi Harga Kecil Vs Besar, Mana yang Lebih Cepat Cuan? Nah, bagaimana perbedaan aturan fraksi harga lama dengan fraksi harga baru mulai tahun 2016? Mari simak tabelnya dibawah.

Aturan fraksi harga lama dari BEI dibagi menjadi 3 fraksi harga sebagai berikut:



Sedangkan aturan fraksi harga baru dari BEI yang akan diterapkan per tanggal 2 Mei 2016 dibagi menjadi 5 fraksi harga sebagai berikut:


Perbedaannya sekarang pada fraksi harga baru ada tambahan fraksi harga Rp2 untuk fraksi 200-500. Kalau pada fraksi lama, harga saham 200-500 fraksi harganya tetap dihargai Rp1. Perbedaan kedua ada fraksi harga Rp10 untuk harga saham yang berada pada rentang  2.000-5.000. Kalau pada fraksi harga lama, harga saham 2.000-5.000 fraksi hargnya cuman dihargai Rp5. 

Jadi, fraksi harga yang baru ini intinya rentang harganya diperlebar. Nah, kalau melihat fraksi harga yang awalnya Rp1 bisa menjadi Rp2, kemudian fraksi harga Rp5 kemudian ada tambahan fraksi harga Rp10, maka saya yakin Anda sudah bisa menebak apa tujuan BEI mentetapkan fraksi harga yang baru ini.


Yang jadi pertanyaan: Apakah dengan fraksi harga baru investor benar-benar semakin cepat cuan? Sebenarnya, selain meningkatkan likuiditas, kenaikan harga saham yang lebih cepat dari sebelumnya juga patut diwaspadai,karena adanya aksi para spekulan atau yang kita sebut dengan bandar bisa semakin liar memancing investor ritel yang hanyamemiliki dana terbatas.



Saham-saham gorengan akan lebih cepat naik dengan fraksi harga yang baru. Apalagi biasanya, saham-saham gorengan rentang harganya antara Rp200-Rp500 fraksi harganya menjadi Rp2 (sebelumnya Rp1). Kalau Anda tidak hati-hati dalam menyeleksi saham, hanya ikut “arah angin”, tidak menutup kemungkinan dengan fraksi harga baru, justru akan mempercepat pasar modal kita menjadi tempat spekulan, bukan menjadi tempat bisnis saham yang menjanjikan. Pada akhirnya, pasar modal akan menimbulkan kesan judi.



Pelajaran yang bisa diambil dari saya dan juga Anda sebagai investor ritel, yang notabene masyarakat umum: Dengan fraksi harga baru nanti, yang memungkinan naiknya harga saham lebih cepat, jangan terlalu cepat terbawa oleh euforia pasar. Kenaikan harga saham yang cepat justru akan membawa dampak psikologis yang buruk jika tidak diimbangi dengan perencanaan trading setiap investor. Jangan sampai karena fraksi harga baru, modal para investor justru tergerus habis.



Sebagai para investor dan trader, harus tetap bisa mengimbangi situasi euforia yang mungkin terjadi dengan fraksi harga baru ini, dengan menyeleksi saham-saham yang bagus secara analisis yang didukung fakta. Baca juga: Psikologi Pasar: Empat Tahapan Penting.



Lalu bagaimana praktik fraksi harga saham yang baru ini pasar modal kita? Apakah membuat IHSG semakin jatuh atau semakin melesat? Tentu saja saya akan membahas di pos selanjutnya setelah beberapa bulan kedepan fraksi harga ini telah ditetapkan ke pasar saham (belum terbit.. coming soon).


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Saham yang Mudah Naik

Saham yang Mudah Naik

Di pasar saham, ada banyak sekali tipikal saham. Ada saham yang downtrend sebentar lalu naik lagi. Ada yang sahamnya turun berkepanjangan. Ada yang sahamnya naik terus tapi kemudian di ujung tren naik, sahamnya menjadi trendless.. 

Dan masih banyak tipikal saham, yang tentu tidak mungkin saya sebutkan satu per satu di pos ini. Soalnya kalau anda praktik trading sendiri, anda pasti nanti akan memahami apa yang saya maksudkan dengan tipikal2 saham tersebut. 

Nah, satu tipe saham yang sering diincar oleh trader, terutama swing trader dan positioning trader (trader jangka menengah) adalah saham2 yang mudah naik setelah turun drastis.

Perhatikan kata kuncinya: "Turun dratis". Anda mungkin sudah sering menemukan saham2 yang bisa technical rebound dalam jangka pendek (beberapa hari) setelah koreksi. Anda bisa praktikkan juga cara menemukan saham2 diskon dalam jangka pendek disini: Full Praktik Menemukan Saham Diskon.   

Namun bagaimana kalau anda menemukan kondisi market (IHSG) yang turun terus selama berbulan-bulan, di mana mayoritas saham menjadi sangat murah. Memang kondisi IHSG mengalami koreksi panjang tidaklah sering terjadi

Tentu saja kita nggak berharap IHSG koreksi panjang sampai berbulan-bulan, karena koreksi IHSG dalam waktu lama ini menunjukkan bahwa ekonomi kita maupun dunia sedang ada guncangan. 

Tetapi suka nggak suka, kita terkadang akan melalui siklus-siklus yang kurang mengenakkan ini. Kalau biasanya saya bisa dapat profit tiap bulan, pada saat terjadi koreksi IHSG yang panjang, ekonomi lesu, maka saya harus menahan diri untuk trading, bahkan sampai sebulan lebih..

Di satu sisi, sebenarnya IHSG yang turun berbulan-bulan ini justru bisa menjadi peluang yang besar untuk anda. Karena saat saham sudah BENAR-BENAR MURAH, dan IHSG pulih, maka saham-saham akan beterbangan dalam jangka waktu yang lebih panjang, bukan hanya sekedar technical rebound sesaat.  

So katakanlah saham INDF sebelum turun harganya 6.700, tapi karena IHSG lesu, INDF turun sampai 4.800. Anda bisa bayangkan dari harga 6.700 turun ke 4.800 itu turunnya nggak main2. Karena kalau koreksi biasa, umumnya saham hanya akan turun 100-300 poin. 

Namun di titik murah-murahnya harga ini, justru anda dan saya bisa menjadikan saham2 ini sebagai lumbung panen untuk jangka yang lebih panjang. Jadi kita simpan di harga yang sangat murah, dan hold saja sampai harganya bener2 terbang. 

Maka bukan tidak mungkin dalam kurun waktu lebih singkat, anda akan "kaya mendadak" karena anda dapat kenaikan harga saham yang super drastis, yang mungkin belum pernah anda dapatkan sebelumnya. 

Pasar saham kita sendiri pernah mengalami koreksi besar atau istilah MARKET CRASH / BIG CORRECTION, yaitu pada saat-saat sebagai berikut:

- Kondisi IHSG tahun 1998 (krisis moneter)
- IHSG tahun 2008 (krisis Subprime Mortgage AS dan guncangan ekonomi global)
- IHSG tahun 2015 (Akhir April - September) 
- IHSG tahun 2018 (Maret - Oktober)

Anda bisa googling2 tentang kondisi2 IHSG diatas, atau anda bisa baca-baca lagi Ulasan Market yang sering saya tulis di web Saham Gain ini.  

Memang koreksi panjang nggak sering terjadi, tapi sekali terjadi koreksi besar, nyaris semua akan akan jatuh ke titik terendahnya dalam beberapa tahun.

Pertanyaanya: Saham apa yang mudah pulih dengan cepat setelah crash market

Harus saya akui, kalau IHSG sudah pulih mayoritas saham bakalan naik lagi, nggak peduli sektor apapun itu. Soalnya mayoritas saham sudah benar2 diskon, baik secara teknikal maupun price earning ratio-nya. 

Yup, tapi tidak semua saham akan naik dengan cepat, meyakinkan, dan memberikan potensi return yang sangat besar dalam kurun waktu beberapa bulan.      

Saham-saham yang mudah naik setelah terjadi kelesuan IHSG, pada umumnya adalah saham2 yang ada di sektor: 

- Consumer goods
- Perbankan
- Beberapa saham blue chip selain sektor2 diatas  

Selama menjalani trading, saya sudah mengalami beberapa kali mengalami kondisi market crash beberapa kali, dan sektor saham2 yang saya sebutkan diatas ini adalah saham2 yang bakalan naik lebih cepat, meyakinkan, dibandingkan sektor2 lain.   

Saham2 consumer goods yang seringkali cepat pulih setelah crash market adalah: ICBP, UNVR, INDF, HMSP, GGRM. 

Saham2 perbankan yang sangat cepat pulih setelah IHSG drop: BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, BBTN. 

Beberapa sahan blue chip juga naik dengan cepat setelah IHSG pulih yaitu saham-saham: ASII dan TLKM. 

Saya pernah menyimpan beberapa saham seperti TLKM dan BBRI di harga murah ketika terjadi market crash, dan setelah market crash berakhir, saham2 ini akan naik lagi sampai diatas 30% dalam beberapa bulan.  

Bagaimana dengan sektor infrastruktur, mining, jasa, konstruksi / properti Pak Heze? Tanya anda

Seperti yang saya tuliskan, bahwa mayoritas saham yang sebelumnya koreksi tajam bakalan naik kalau IHSG sudah pulih. Namun kenaikan saham2 consumer dan perbankan ini biasanya akan lebih mantap.  

Karena kepercayaan trader/investor terhadap saham2 consumer goods itu sebenarnya cukup tinggi. Hal ini karena consumer goods akan selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Jika kondisi ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat akan meningkat lagi, sehingga efek pertama yang akan terkena adalah saham2 consumer goods duluan. 

Demikian juga dengan perbankan. Perbankan ini sangat 'sensitif' terhadap isu2 ekonomi. Kalau ekonomi membaik, saham2 perbankan pasti akan diborong lagi besar2an. Apalagi beberapa saham bank blue chip kita, selalu diminati oleh investor asing kalau harganya udah turun (seperti BBCA, BBRI dan kawan2). 

Jadi kalau suatu waktu kita menemukan kondisi IHSG yang turun / crash market entah alasan apapun itu, pilihlah saham2 consumer goods, saham2 perbankan itu tadi, dan anda juga bisa pilih beberapa saham blue chip seperti ASII dan TLKM untuk dikoleksi, simpan dan jual di harga yang mahal.

Nah, kalau anda udah mengalami minimal satu kali crash market atau bahkan beberapa kali seperti saya, anda pasti sudah memahami pergerakan saham2 yang potensial saat IHSG pulih. 

Untuk anda yang belum pernah mengalami downtrend panjang IHSG, setidaknya pos ini sudah memberikan gambaran pada anda untuk memilih saham.     


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Berapa Lama Saham Anda Bisa Naik?

Berapa Lama Saham Anda Bisa Naik?

Fluktuatifnya pasar saham membuat saham-saham yang anda tradingkan kemungkinan besar akan bergerak naik dan turun. Bisa saja saham yang anda beli langsung naik. Bisa saja saham yang anda beli turun dulu baru naik. Bisa saja saham yang yang anda beli sideways dulu, sebelum menemukan arah tren yang baru. 

Pertanyaannya, kalau saham yang anda beli naik, berapa lama jangka waktu saham anda bisa naik? Apakah ketika anda beli saham, katakanlah, ACES hari ini, apakah ACES bisa naik sampai satu minggu? Dua minggu? Satu bulan? Atau bahkan naiknya cuma bertahan satu hari saja lalu turun lagi? 

Pertanyaan2 tentang 'berapa lama saham bisa naik setelah dibeli' sering sekali saya terima dari rekan2 trader. Oleh karena itu, anda perlu memahami praktiknya. 

Kalau anda tanya berapa lama saham yang anda beli bisa naik, jawabannya bisa ada dua: 

1. Strategi (analisa saham) yang anda pakai

Jika anda menggunakan analisa2 untuk swing trading, maka saham2 yang anda pegang akan naik lebih lama ketimbang anda menggunakan analisa khusus untuk trading harian. Saya pernah membahas strategi2 trading (baik swing trading, trading harian dan lain2) disini: Buku Pilihan Trader Saham Terbaik. 

Selain itu, harus anda pahami juga bahawa tipe suatu saham juga bisa mempengaruhi. Saham2 lapis tiga mungkin bisa naik hanya dalam sehari-dua hari. Tetapi saham2 yang lebih likuid, chartnya lebih bagus, kemungkinan besar harga sahamnya bisa naik lebih lama dan smooth daripada saham2 gorengan.  

2. Pengaruh kondisi market

Tetapi ada poin yang lebih penting daripada strategi trading maupun tipe saham itu sendiri. Apakah itu? Jawabannya adalah: KONDISI MARKET.

Cepat lamanya suatu saham bisa naik, sebenarnya bisa sangat tergantung dari kondisi market yang terjadi saat itu (kondisi market disini adalah IHSG secara global, dan juga pengaruh kondisi Bursa luar negeri).       

Pada saat kondisi IHSG lagi bearish, market lagi sepi, pelaku pasar lagi banyak wait and see, kondisi IHSG lagi penuh ketidak-pastian, maka umumnya saham2 lebih banyak yang naik sesaat karena faktor technical rebound. 

Karena kondisi market lagi jelek, saham2 tersebut hanya naik beberapa saat (entah sehari-tiga hari), lalu tidak lama kemudian turun lagi. 

Sebaliknya, ketika kondisi market lagi strong bullish, banyak sentimen2 positif, pelaku pasar sedang optimis2nya dengan IHSG, maka saham2 bisa naik lebih lama. Terutama saham2 lapis satu dan dua yang sudah terdiskon banyak, bisa naik diatas satu minggu. Banyak contohnya, seperti saat IHSG pasca momen Pilpres 2014, Tax Amnesty, January Effect dan lain2. 

Terutama saham2 kelas 'ekslusif' seperti saham2 blue chip yang harganya lagi turun-turunnya, ketika market lagi bagus, saham2 tersebut bisa naik dengan jangka waktu yang lebih lama. 

Jadi anda mungkin bisa menggunakan strategi trading yang sama, analisa yang sama, tapi kalau kondisi marketnya berbeda, maka jangka waktu kenaikan saham anda tetap bisa bervariasi.

Di pos ini: Trading di Saham Breakout, saya juga sudah menuliskan beberapa skenario market yang terjadi, yang bisa mempengaruhi lama tidaknya saham2 bisa naik setelah breakout. Tapi untuk pos ini, kita nggak cuma berbicara tentang saham breakout, tapi saham naik secara keseluruhan (baik breakout, technical rebound, penerusan tren dan lain2). 

MENJADI TRADER YANG FLEKSIBEL 

Banyak trader yang selalu ingin membeli saham, dan mematok target bahwa sahamnya harus naik dalam seminggu, dua minggu barulah realisasi take profit. 

Nggak ada salahnya anda punya target2 seperti itu. Namun, lebih baik jika anda harus fleksibel juga ketika menetapkan target2 trading anda. Dalam arti, anda perlu juga untuk menganalisa kondisi IHSG saat trading. 

Kalau anda biasanya bisa beli saham dan selalu berhasil hold saham seminggu-dua minggu, lalu anda jual untung puluhan persen, target anda kemungkinan besar akan MELESET ketika kondisi market lagi strong bearish, atau ketika market lagi sepi (wait and see). 

Nah, kalau kondisi market masih bearish, pilihan yang lebih tepat adalah strategi 'hit and run', strategi akumulasi atau untuk anda yang memang masih benar2 tidak yakin, maka anda bisa wait and see, nggak usah terburu memaksakan bei saham dalam jumlah besar.  

Terkait menganalisa kondisi IHSG ini, seiring dengan berjalannya waktu, anda pasti nanti akan bisa merasakan kondisi IHSG strong bullish itu seperti bagaimana, kondisi IHSG lagi sepi, maupun IHSG yang lagi lesu.

Pelajaran berharga di pos ini: Kalau anda trading, jangan lupamkan kondisi IHSG, karena kondisi IHSG cukup berpengaruh terhadap saham (kecuali kalau anda trading di saham2 lapis tiga).  


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

3 Tanda IHSG Akan Rebound

3 Tanda IHSG Akan Rebound

Beberapa waktu ini, kita sering membahas tentang pergerakan IHSG secara luas dan peluang-peluang trading yang bisa anda ambil. Anda bisa baca-baca kembali beberapa pos saya disini: Pasar Saham Turun, Siapkah Anda? dan Strategi Trading Saat IHSG Bearish. 

Sesuai dengan request beberapa rekan-rekan pembaca web Saham Gain ini, maka pada pos ini, saya ingin sharing mengenai apa saja pertanda IHSG akan mengalami rebound? Kalau anda belum tahu istilah rebound di saham, anda bisa baca kembali tulisan saya disini: Technical Rebound Saham. 

Menganalisis dan memprediksi arah market (IHSG) hari ini penting untuk anda yang ingin trading jangka pendek, terutama bagi trader saham yang mengincar saham-saham yang pergerakannya cenderung mengikuti arah IHSG, untuk ditradingkan jangka pendek. 

Jadi ada baiknya, sebagai trader saham kita semua peka terhadap arah IHSG. Ada 3 pertanda IHSG akan atau berpotensi rebound, yaitu jika terdapat kondisi-kondisi berikut:  

1. Kondisi market normal: IHSG sudah koreksi selama lebih dari 2 hari 

Pada saat kondisi IHSG sedang normal (tidak banyak sentimen yang mempengaruhi market), biasanya IHSG yang sudah turun (koreksi normal karena saham2 sudah naik naik) selama 2 hari atau bahkan lebih, merupakan tanda-tanda bahwa IHSG akan mulai berbalik naik. 

Jadi jika IHSG sudah mulai koreksi beberapa hari, anda bisa mulai screening saham2 bagus yang sudah murah (diskon), dan mulai membeli bertahap saham2 yang berpotensi naik. 

Anda bisa menggunakan strategi mencari saham2 murah yang mudah rebound. Pelajari juga: Full Praktik Menemukan Saham Diskon & Murah. 

2. Indeks saham AS menguat signifikan 

Indeks-indeks saham utama di Amerika Serikat (AS) yaitu Nasdaq, SP500 dan Dow Jones. Ketika indeks saham AS semalam ditutup menguat signifikan, maka hal ini bisa menjadi pertanda IHSG rebound keesokan hari. 

Hal ini karena indeks saham AS seringkali digunakan sebagai acuan oleh bursa saham dunia, termasuk Indonesia. Jadi ketika indeks saham menguat signifikan, maka IHSG juga berpotensi rebound. 

Namun indeks AS ini hanyalah sebagai acuan, bukanlah rumus pasti. Mengenai pengaruh indeks saham AS ke IHSG, sudah pernah saya bahas juga disini: Analisa Market: Indeks Dow Jones, S&P500, Nasdaq. Anda bisa pelajari kembali.  

3. Ada sentimen positif setelah IHSG turun tajam   

Sentimen-sentimen positif yang beredar di market setelah IHSG turun tajam, dapat meningkatkan kepercayaan pelaku pasar (trader / investor) untuk koleksi saham-saham yang sudah murah. 

Sentimen2 positif yang terjadi di market misalnya: Sentimen tax amnesty, pulihnya kondisi ekonomi, inflasi mulai stabil (pernah terjadi tahun 1998 dan 2015) dan lain2. Sentimen2 ini bisa mendongkrak kembali pasar saham yang sudah turun banyak sebelumnya. 

Sentimen positif dan IHSG juga bisa kita pelajari melalui siklus pasar saham. Anda bisa baca disini: Memahami Fase Siklus Harga Saham. 

Tapi.... Di pasar saham itu tidak ada rumus pasti, apalagi kalau kita memprediksi IHSG. Ingat, IHSG itu terdiri dari kumpulan seluruh saham di Bursa Efek Indonesia. Dengan kata lain, memprediksi IHSG rebound (yang terdiri dari sekian banyak saham), tentu tidak bisa kita tentukan secara pasti. 

Jadi ketika anda menemukan kondisi-kondisi seperti diatas, jangan langsung beranggapan bahwa IHSG pasti langsung rebound. 

Apa yang saya tuliskan diatas ini dapat anda gunakan sebagai dasar analisis, agar anda bisa mengambil keputusan beli, maupun ancang-ancang untuk trading agar anda tidak ketinggalan momen saat IHSG benar-benar rebound. Dan tentunya, supaya sebagai trader, anda juga bisa peka terhadap kondisi pasar saham. 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Pergerakan IHSG Menjelang Pemilu

Pergerakan IHSG Menjelang Pemilu

Pemilihan Umum (pemilu) presiden dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Di dalam pasar saham ini, momentu pemilu termasuk di dalam momen musiman, sehingga adanya pemilu ini sangat berdampak pada pergerakan pasar saham kita. 

Terkait pergerakan saham menjelang pemilu, saya pribadi sering sekali mendapatkan pertanyaan dari rekan-rekan trader maupun investor. Biasanya pertanyaan2 yang sering saya terima intinya tentang: 

Bagaimana kira2 pergerakan IHSG menjelang pemilu? 
Saham2 apa yang bagus menjelang pemilu? 
Apakah menjelang pemilu waktu yang tepat untuk beli saham, atau wait and see dulu? 

Dari tiap-tiap masa pemilu presiden, pergerakan IHSG akan cenderung variatif. Pergerakan IHSG menjelang pemilu ini juga perlu anda perhatikan. Jangan sampai anda gegabah dalam membeli saham.  

Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa skenario yang seringkali terjadi pada IHSG saat menjelang pemilu presiden, yaitu sebagai berikut:  

1. ISHG akan bergerak sideways, tidak banyak pergerakan 

Menjelang pemilu, biasanya IHSG cenderung bergerak sideways, dan tidak terlalu banyak fluktuatif. Hal ini dikarenakan mayoritas pelaku pasar masih wait and see untuk menunggu keputusan pemilu. 

Di tahun politik, umumnya pelaku pasar tidak akan banyak melakukan spekulasi dengan membeli saham dalam jumlah besar, namun pelaku pasar masih melihat perkembangan2 selanjutnya mengenai pemilu ini, sehingga market akan cenderung lebih sideways. 

Memang dalam kondisi seperti ini, banyak trader yang bingung harus trading atau tidak, karena umumnya banyak saham yang masih belum naik dalam waktu dekat. 

Kondisi ini berbeda ketika market lagi normal2 saja (nggak ada banyak sentimen), saham yang sudah turun akan lebih mudah untuk naik. 

2. IHSG cenderung / lebih rawan koreksi 

Di masa-masa pilpres, IHSG biasanya jauh lebih rentan koreksi, karena sentimen2 pilpres ini bisa membuat pelaku pasar panic selling dalam jangka pendek. 

Anda bisa perhatikan 1-2 bulan menjelang pilpres, biasanya IHSG akan cenderung lebih banyak sideways, yang disertai kecenderungan koreksi. Apalagi jika sebelumnya IHSG sudah bergerak uptrend, maka ditambah adanya pilpres, tidak ada alasan lagi bagi pelaku pasar untuk profit taking dulu. 

3. IHSG uptrend (pasca pemilu) 

Setelah pemilu selesai, umumnya IHSG baru akan menentukan arah pergerakan yang baru. Biasanya di masa-masa inilah IHSG bisa mulai uptrend lagi setelah mengalami masa2 koreksi / sideways. 

Selain karena tahun politik sudah selesai, IHSG sebelumnya sudah turun / sideways, sehingga pelaku pasar kembali masuk / investasi dengan modal besar pada saham2 yang harganya sudah murah. Baca juga: Saham yang Bagus Menjelang Tahun Pemilu. 

Jadi biasanya menjelang pemilu ini, IHSG umumnya akan lebih sulit untuk uptrend. Menjelang pemilu, anda harus lebih selektif dalam memilih saham. Saya pernah tulis artikelnya disini: Strategi Beli Saham Saat IHSG Jatuh. 

Namun pergerakan IHSG menjelang pemilu ini bisa menjadi keuntungan untuk anda yang trading dengan time frame lebih panjang (misalnya positioning trading). Anda bisa membeli bertahap saham2 yang lagi turun, dan tunggu saja saham2 anda naik setelah pemilu.


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Strategi Beli Saham Saat IHSG Jatuh

Strategi Beli Saham Saat IHSG Jatuh

Pada saat IHSG lagi bullish, mungkin akan jauh lebih mudah bagi anda untuk mendapatkan saham2 yang naik. Saat IHSG bullish, harus saya akui peluang trader untuk mendapatkan profit lebih mudah ketimbang saat IHSG jatuh / turun. 

Tetapi yang namanya pasar saham, pasti akan ada masa di mana IHSG bullish, dan sebaliknya ada masa di mana IHSG akan bearish / turun. Nah, kalau kondisi IHSG lagi turun, maka apa yang akan anda lakukan? 

Apakah anda tetap beli saham? Atau anda cuman wait and see saja? Atau anda malah hopeless saat lihat IHSG turun mulu nggak pernah rebound dengan meyakinkan? 

Posisi IHSG yang cukup membingungkan untuk trading biasanya terjadi ketika periode2 tertentu IHSG mengalami penurunan terus (secara mayoritas). Jadi IHSG ini jauh lebih banyak turunnya daripada naiknya. Kalaupun naik, naiknya juga tidak signifikan, sehingga dalam kondisi IHSG naik, tetap banyak saham yang turun / sideways. 

Hal ini biasanya terjadi karena: Lagi tidak banyak sentimen positif. Kedua, pelaku pasar wait and see atas kebijakan2 tertentu yang menyangkut fundamental negara. Sehingga atas dasar2 inilah IHSG bakalan diturunin dulu (pelaku pasar banyak yang keluar dari market), atau IHSG ya sideways di situ-situ aja. 

Dalam kondisi seperti ini, maka otomatis mayoritas saham pergerakannya juga jadi tidak terlalu menarik untuk ditradingkan. Mungkin ada beberapa saham yang secara  valuasi sudah murah, tapi karena IHSG masih lesu, maka anda butuh waktu yang lebih lama agar saham2 tersebut naik kencang. 

Nah, pertanyaannya: Kalau dalam kondisi IHSG seperti itu, strategi trading apa yang bagus untuk diterapkan? 

Anda yang sering berkunjung ke web Saham Gain ini, saya pernah menuliskan strategi BELI SAHAM BERTAHAP kalau anda melihat kondisi market yang lagi bearish ini.

Karena dalam kondisi market yang bearish, anda dan saya tidak akan tahu sampai kapan market turun. Tapi di satu sisi, sangat mungkin sewaktu-waktu (jangka pendek), saham2 yang anda incar mengalami technical rebound yang bagus. 

Jadi strategi yang aman kalau anda mau trading saat IHSG lagi turun ya dengan cara beli saham secara bertahap ini tadi. Kenapa saya katakan cenderung aman? Karena kalau IHSG ternyata besok turun lagi, anda masih punya 'amunisi' (baca: modal) yang cukup untuk beli saham lagi. 

Namun kalau ternyata saham anda sudah keburu naik cepat besoknya, anda juga tidak ketinggalan kereta, karena anda sudah beli sahamnya, walaupun mungkin anda belinya belum 'full power'. 

Strategi beli saham bertahap saat IHSG masih kurang meyakinkan ini ada baiknya anda lakukan hanya pada saham2 yang pergerakannya bagus, atau pada saham2 yang memang sudah anda masukkan di stock pick. 

Bagaimana cara memilih stocj pick saham untuk trading? Anda bisa dapatkan strategi2 lengkap memilih saham bagus disini: Panduan Simpel & Efektif Memilih Saham Bagus.   

Strategi kedua, kalau market masih bearish, anda (khusus trader) bisa mempertimbangkan untuk trading jangka pendek. Dalam hal ini anda bisa mencoba strategi intraday trading. Mengapa? 

Karena dalam kondisi market / IHSG yang masih belum meyakinkan, mayoritas saham biasanya hanya akan mengalami technical rebound jangka pendek, kemudian kalau ada sentimen2 negatif lagi, IHSG bakal turun. 

Dengan kata lain, kondisi IHSG yang belum meyakinkan ini sangat sedikit saham yang naiknya bisa bertahan lebih lama / panjang. Jadi, strategi trading yang bisa anda terapkan adalah MEMANFAATKAN MOMENTUM dari trading jangka pendek ini.

Kecuali kalau anda investor, anda cuek saja sama fluktuatif IHSG ini, karena orientasi anda untuk jangka panjang. Cara memilih saham untuk trading jangka pendek bisa anda baca disini: Strategi Memilih Saham untuk Intraday Trading. 

Opsi ketiga, anda nggak beli saham apapun alias wait and see saja. Kalau anda masih belum yakin dengan kondisi market saat ini, ya tidak ada salahnya juga anda melakukan strategi WAIT AND SEE alias nggak beli saham sama sekali, nggak terburu-buru masuk market. 

Kalau menurut pengamatan anda masih banyak saham yang bakal sulit dalam jangka pendek, anda bisa memilih untuk wait and see. Lebih baik anda tidak memegang saham tapi punya banyak cash, daripada anda buru-buru beli saham terlalu banyak tapi nyangkut. 

Perlu anda ketahui, di tengah kondisi IHSG yang cenderung koreksi, akan ada banyak trader yang pamer cuan, yang meng-klaim bisa dapat profit besar meskipun IHSG turun (meskipun kita tidak tahu apakah trader2 yang pamer profit ini benar2 untung 100% tanpa nyangkut). 

Maka, kalau anda memutuskan nggak beli saham saat IHSG turun, anda harus punya PENDIRIAN YANG KUAT. Jangan tergoda untuk beli saham ini itu kalau anda sendiri belum yakin. 

Nah, sebenarnya banyak trader yang awalnya tidak yakin dengan kondisi IHSG, tapi karena trader terpengaruh melihat trader2 lain yang klaim bisa untung besar saat market turun, trader buru-buru mau beli saham, akhirnya trader membeli banyak saham, dan akhirnya sahamnya banyak yang nyangkut.  

Jadi kesimpulannya, strategi beli saham saat IHSG masih jatuh / lagi sulit naik ada tiga (untuk trader): Anda beli bertahap, trading jangka pendek atau nggak beli sama sekali. 

Semua keputusan ini bisa menghasilkan output yang tepat, dengan syarat anda harus melakukan analisa lebih lanjut tentang kondisi IHSG dan saham2 pilihan anda. 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.

Pembelian Kembali (Buyback) Saham

Pembelian Kembali (Buyback) Saham

Pembelian kembali saham alias buyback adalah salah satu aksi korporasi yang dilakukan perusahaan go public dengan cara membeli kembali saham yang beredar di market. 

Buyback saham biasanya dilakukan ketika harga saham perusahaan turun tajam, sehingga ketika perusahaan membeli kembali saham2nya yang turun, diharapkan harga saham bisa naik lagi (karena banyak permintaan). 

Selain itu, ketika perusahaan melakukan buyback, hal ini diharapkan bisa kembali meningkatkan kepercayaan para trader saham untuk membeli saham tersebut, sehingga harganya bisa naik. 

Kalau anda ingin lebih paham penjelasan buyback, saya sudah pernah menuliskan secara detail mengenai penjelasan buyback saham. Anda bisa pelajari lagi tulisan saya disini: Apa itu Buyback Saham?

Di pos ini, kita tidak akan bahas teori buyback lagi, tapi kita akan masuk ke praktiknya di pasar saham. 

Buyback seringkali dilakukan oleh perusahaan2 go public ketika IHSG turun tajam (otomatis banyak saham yang harganya jatuh) karena sentimen2 negatif. Pada saat-saat tersebut, aksi buyback saham biasanya dianjurkan secara langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada emiten2, dengan tujuan untuk menjaga harga saham agar tidak jatuh terlalu dalam. 

Hal ini pernah terjadi di tahun 2015 (saat ekonomi lesu). Saat saham-saham berjatuhan selama kurang lebih 4 bulan, akhirnya OJK turun tangan mengedarkan surat yang mengajurkan emiten2 untuk melakukan buyback saham. 

Selain itu, di awal tahun 2020 (saat wabah virus Corona), banyak harga saham berjatuhan, dan OJK juga mengeluarkan kebijakan buyback saham melalui surat OJK (siaran pers) kepada seluruh perusahaan go public di Indonesia. Ini salah satu contoh surat kebijakan buyback saham dari OJK:  
Pembelian kembali saham
OJK menganjurkan perusahaan2 untuk melakukan buyback tanpa harus melalui RUPS. Namun biasanya tidak semua perusahaan melakukan buyback saham. Umumnya, perusahaan2 blue chip dan emiten2 plat merah (BUMN) yang rajin melakukan buyback ketika harga saham. 

"Lalu apa dampaknya ke harga saham? Apakah dengan buyback harga saham perusahaan bisa naik lagi?"

Salah satu surat buyback saham diatas dikeluarkan tanggal 9 Maret 2020, pada saat itu IHSG lagi jatuh-jatuhnya. Setelah itu, penutupan indeks AS (Dow Jones, Nasdaq dan SP500) ternyata malam harinya juga masih turun sampai -7% lebih. 

Tapi tanggal 10 Maret 2020, saat sesi pre-opening, IHSG ternyata menguat 0,25%. Dan setelah market berjalan (open), IHSG masih naik terus sampai 2,3%. Kenaikan yang fantastis di tengah sentimen negatif dan jatuhhnya bursa AS. 

Jadi kesimpulannya, buyback saham ini memang benar-benar bisa memberikan efek positif ke harga saham, yang bisa membuat saham-saham technical rebound dan diborong oleh trader jangka pendek... 

Hal ini juga terbukti cukup efektif di tahun 2015 saat buyback. Setelah berita anjuran buyback dari OJK, penurunan harga saham lumayan bisa tertahan. 

Jadi sesuai tujuannya, buyback itu dilakukan untuk menekan penurunan harga saham agar tidak jatuh terlalu dalam. Setidaknya ada rebound kencang di tengah penurunan market.   

"Berarti kalau ada berita buyback saham saat saham2 turun kita siap2 beli saham yang banyak ya Pak Heze?" Tanya anda.. 

Tunggu dulu... Kita harus analisa lagi lebih dalam. Sebenarnya kenaikan harga saham karena berita buyback itu hanya terjadi dalam jangka pendek saja. 

Kembali pada kasus diatas... Kalau OJK mengeluarkan surat anjuran buyback tanggal 9 Maret 2020, dan kemudian tanggal 10 Maret 2020 tiba2 IHSG langsung naik kencang, kenaikan harga saham ini bukanlah dikarenakan perusahaan2 melakukan buyback saat itu juga. 

Logikanya, mana mungkin perusahaan2 langsung melakukan buyback dalam jumlah besar hanya dalam waktu kurang dari sehari setelah surat OJK keluar? 

Jadi kenaikan harga saham pasca berita buyback muncul ini sebenarnya lebih dikarenakan EUFORIA PASAR, dan euforia pasar itu biasanya hanya terjadi dalam jangka pendek. 

Karena berita buyback ini, pasar saham jadi lebih optimis dan punya harapan tinggi bahwa perusahaan2 akan buyback, sehingga harga saham bisa mulai naik dan saham2 mulai bisa dimanfaatkan untuk trading.

Nah, kalau nanti banyak emiten benar2 melakukan buyback, hal ini bisa menekan harga saham agar tidak turun terlalu banyak. 

Tapi lebih penting dari itu semua adalah, kita harus tetap mencermati sentimen2 negatif yang sedang terjadi saat itu, karena berita buyback itu hanyalah 'hiburan' sesaat. 

Kalau pasar saham memang masih lesu, tidak ada sentimen positif, kenaikan harga saham biasanya tidak akan bertahan lama.

Artinya, dalam kondisi seperti itu, anda sebaiknya tidak terburu membeli saham dalam jumlah besar hanya karena IHSG naik sebentar. Kalau anda ingin trading, belilah saham dalam jumlah kecil dan tradinglah di saham2 yang mudah rebound yang harganya sudah murah. 

Dan di dalam kondisi pasar saham turun, anda bisa mempertimbangkan untuk trading jangka pendek atau biasa saya sebut 'hit and run'. Pelajari juga: Full Praktik Menemukan Saham Diskon & Murah. 

Tapi kalau anda adalah tipikal trader yang tidak suka trading jangka pendek, dan ragu-ragu untuk trading di saat pasar saham masih belum pulih, wait and see adalah strategi terbaik untuk anda. 


Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.